My Melody Kawaii Terapi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus: Terapi Untuk Tuna Rungu

Kamis, 16 Desember 2010

Terapi Untuk Tuna Rungu

Pengertian
Tuna rungu dapat di artikan sebagai keadaan kehilangan  pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan,terutama melalui indra pendengaran.
Klasifikasi
a.       Tingkat I:kehilangan kemampuan mendengar antara 35-54dB.Penderita hanya memerlukan latihan berbicara  dan bantuan mendengar secara khusus.
b.      Tingkat II:Kehilangan kemampuan mendengar antar 55-69dB.Penderita memerlukan tempat sekolah yang khusus dalam kebiasaan  sehari-hari  memerlukan latihan berbicara dan bantuan  latihan berbahasa secara  khusus
c.       Taingkat III:Kehilangan kemampuan pendengaran antara 70-89dB
d.      Tingkat IV:Kehilangan kemampuan mendengar  90dB keatas.
Terapi Untuk Anak Tuna Rungu Dan Wicara
Terapi wicara
Terapi ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berbicara atau bahasanya secara baik sesuai dengan norma bahasanya yang ada di lingkungan bahasanya .demikian juga supaya anak dapat mengekpresikan perasaan serta kemauannya  sacara  maupun tertulis.
Metode dan teknik terapi wicara
·         Metode stimulasi:dengan memberi  rangsangan  berupa rangsangan visual ,audiotoris,taktil yang cukup mudah dan kuat sehingga mudah diterima dengan mudah.
·         Metode Psikuedokasi:Memberi pengertian agr enderita memiliki siakap positif terhadap perilku komunikasinya sehinnga dapat berintaksi terhadap lingkungannya.
·         Metode Monokinestik:Dilakukan untuk melatih penderita agar mampu menepatkan organ atau otot yang benar.
·         Penempatan Fonetik: agar  penderita mampu menepatkan organ bicara pada tempat yang tepat sehingga dapat mengucapkan bunyi yang benar.
Pendekatan Natural Auditory Oral (NAO)
Pendekatan ini didasarkan pada keyakinan bahwa, apabila anak dengan gangguan pendengaran berat atau bahkan sangat berat mendengarkan dengan baik, maka kualitas dari bicara mereka kadang mengagumkan bagi para professional yang tidak berpengalaman tentang apa yang akan terjadi apabila kemampuan mendengarnya diaktifkan akan dapat terbangun dengan baik.     
Pendekatan ini juga didasarkan pada kenyataan bahwa, hanya 3 % dari anak dengan gangguan pendengaran yang kedua orang tuanya tuna rungu.
Pendekatan ini disebut “natural” karena menyediakan lingkungan bagi anak dengan gangguan pendengaran untuk tahap belajar bahasa sama dengan anak yang dapar mendengar normal. Disebut “auditory” karena menekankan penggunaan pendengaran berapapun sisa pendengaran yang ada dibantu dengan alat Bantu dengar (ABD) atau cochlea implant (CI). Dan “oral” adalah hasil yang didapat anak dari membangun kemampuan bicaranya.
Ketika anak dengan gangguan pendengaran memakai abd, anak tersebut belajar untuk mendengar dan dapat mendengar karakter-karakter dasar dalam bicara. Apabila mereka diberi kesempatan untuk berada di lingkungan yang sama dengan anak yang dapat mendengar normal, mereka akan termotivasi untuk terus memakai abd dan berkembang kemampuan bicaranya, sesuai dengan perkembangan anak-anak normal lainnya.
Pendekatan Natural Auditory Oral adalah lebih kepada gaya hidup daripada metode pendidikan.
SYARAT-SYARAT PENERAPAN NAO :
  1. Memaksimalkan sisa pendengaran sedini mungkin.
  2. Memakai abd yang sesuai atau CI
  3. Menciptakan lingkungan dimana anak berkomunikasi dengan bahasa yang natural.
  4. Lingkungan yang bebas bahasa isyarat.
  5. Orang tua dan terapis focus pada tujuan yang sama, bahwa anak dengan gangguan pendengaran mempunyai kesempatan yang sama dengan anak yang memiliki pendengaran normal untuk membangun bahasanya.
KEBUTUHAN UTAMA ORANG TUA YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERKEMBANGAN KEMAMPUAN MENDENGAR ANAKNYA :
  1. Yakin bahwa dengan abd anaknya dapat mendengar dan dapat belajar untuk mendengar
  2. Belajar menangani dan merawat abd atau CI milik anaknya, untuk meyakinkan bahwa anaknya dapat mendengar secara efektif pada kedua telinganya
  3. Belajar menciptakan lingkungan untuk mendengar
HAL-HAL YANG HARUS DIHINDARI DALAM PENERAPAN NAO :
  1. Gerakan mulut yang berlebihan
  2. Ekspresi wajah yang berlebihan
  3. Mengarahkan untuk melihat bibir pada saat berbicara – ‘melihat’ untuk ‘mendengar’
  4. Menyentuh anak untuk memanggil namanya atau untuk mendapatkan perhatiannya
  5. Memakai bahasa tubuh yang tidak umum atau memakai bahasa isyarat
  6. Memakai bahasa tubuh yang berlebihan untuk meyakinkan melihat daripada mendengar

0 komentar:

Posting Komentar